FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Oleh:
Drs. Sudadi, M.Hum.
PENGANTAR
Penulis memang bukan seorang filsuf,
melainkan pecinta filsafat dan kebetulan saja sebagai pengajar filsafat. Oleh
sebab itu dirasa tidak ada maksud apapun dengan pembuatannya ini, kecuali hanya
dimaksudkan,bahwa apabila mungkin bisa membantu siapa saja yang sedang dan
ingin belajar filsafat terutama filsafat ilmu pengetahuan. Meskipun
tentang hal ini telah ditulis oleh banyak orang yang dimungkinkan lebih ahli
dan lebih mendalami dalam bidang ini. Disinilah keberanian penulis walaupun
bukan seorang filsuf, namun karena dirasa sangat diperlukan khususnya dalam
kegiatannya sebagai pengajar filsafat.
Berbekal
lebih dari dua dasa warsa pengalaman penulis bergumul dengan problem problem,
seperti bagaimana mengajar filsafat (filsafat ilmu pengetahuan) kepada
mahasiswa, agar supaya mereka mencintai dan memahami “filsafat ilmu
pengetahuan”. Itulah sebabnya tulisan ini diusahakan uraiannya sejelas dan
sesederhana mungkin, meskipun ini belum tentu memuaskan bagi yang sedang
menggeluti ilmu semacam ini. Mungkin juga tulisan ini masih banyak
kekurangannya, atau mungkin bisa menjadi pendorong orang lain yang lebih ahli
tentang filsafat, sehingga bisa menambah dalam berfilsafat secara mandiri lebih
khsus lagi filsafat ilmu pengetahuan.
Beberapa puluh tahun silam pernah diadakan
sidang UNESCO di Paris yang membicarakan salah satunya untuk mencapai dan
memelihara saling pengertian, penghargaan, dan kerja sama antar sesama
mansusia. Hal ini dapat disimpulkan, bahwa calon sarjana filsafat, sangat perlu
mendapatkan pendidikan filsafat. Dengan harapan untuk memperoleh sifat-sifat
pribadi berdasarkan kemampuan seorang ahli filsafat, yakni dapat mengamalkan
kemampuan yang dimilikinya. Seseorang yang mampu berfilsafat setidak-tidaknya
akan memiliki sifat pribadi, seperti:
a.
Susila.
b.
Demokrasi.
c.
Berjiwa nasional.
d.
Jujur sesuai dengan ajaran agamanya.
e.
Memiliki pandangan hidup, tujuan hidup, dan
filsafat hidup.
Dengan demikian bagi orang yang telah
memperoleh pendidikan filsafat, maka akan memahami bahwa setiap manusia
mempuyai filsafatnya sendiri-sendiri, yakni seperti tentang kehidupannya, dan
mempunyai pandangan yang spesifik tentang dunia ini bagi masing-masing manusia.
Misalnya bagi seorang perwira, ia akan bersikap sesuai dengan tugas dan
fungsinya, begitu juga bagi seorang teknokrat, ia akan bersikap juga sesuai
dengan keahliannya sebagai ahli teknologi, dan lain sebagainya.
Konon,
orang yang menggunakan akal secara serius adalah orang Yunani yang bernama
Thales (tahun 624-546 SM). Thales diberi gelar sebagai Bapak Filsafat, karena
ia mengajukan pertanyaan yang aneh, yaitu: “Apakah
sebenarnya bahan alam semesta ini ?”. Ia sendiri menjawab: “air”. Setelah
itu silih bergantilah filosof sezamannya dan sesudahnya mengajukan jawabannya.
Semakin lama persoalan yang dipikirkan oleh manusia semakin luas, dan semakin
luas, dan semakin luas pula pemecahannya.
Buah
pikiran, yaitu hasil kerja akal, yang mulai mengagetkan manusia awam, pertama
kali dilntarkan oleh Heraclitus (Heracleitus) yang hidup pada sekitar tahun
500-an SM, yaitu tatkala ia berkata bahwa sesungguhnya yang sungguh sungguh
ada, yang hakikat, ialah gerak dan perubahan. Jadi, bila orang awam melihat
sebuah patung dini hari yang diam, sesungguhnya patung itu bergerak dan berubah
terus; demikian kata Heraclitus. Indera manusialah yang tertipu atau yang
menipu. Kemudian filosof lain, orang Yunani juga, berhasil menyusun argumentasi
untuk membuktikan sebaliknya yang hakikat, yang sungguh sungguh ada, ialah
diam, tetap, tak berubah, tak bergerak. Misal: kalau dilihat anak panah yang
meluncur dari busurnya, jadi bergerak, sesungguhnya anak panah itu dapat
dibuktikan oleh Parmenides adalah tidak bergerak alias diam.
Ceritera
singkat di atas telah memperlihatkan bahwa karya akal memang cukup hebat.
Keadaan itu dibuat semakin ramai oleh kemunculan orang yang bernama Zeno, juga orang Yunani, yang lahir
pada kira-kira tahun 490 SM. Kemunculannya barangkali dapat dianggap menndai
mulainya pemikiran Sofisme. Zeno berhasil membuktikan bahwa ruang kosong itu tidak
ada; pluralitas (jamak) itu juga tidak ada. Jadi, semua yang mapan dalam
pandangan orang awam ketika itu menjadi goyah. Inilah salah satu karya akal
yang hebat itu: kebimbangan.
Puncak
kebingungan itu terlihat pada tokoh sofisme terbesar, yaitu Protagoras. Ia menyatakan bahwa manusia
adalah ukuran segala-galanya. Nah, inilah dia rumus utama relativisme. Kebenaran
telah. Yang benar ialah yang benar menurutku, menurutmu; kebenaran objektif
tidak ada. Sialnya, pemikiran relativisme ini berpengaruh pula pada keyakinan
agama orang Athena ketika itu. Apa jadinya ?. tidak ada kebenaran yang pasti
tentang pengetahuan,tentang etika, metafisika, juga tentang agama. Sekali lagi,
inilah hasil karya akal yang hebat itu. Lantas akibatnya lebih jauh, yaitu
orang Athena ketika itu, terutama pemudanya, menjadi orang bingung tanpa
pegangan: sendi sendi agama telah digoyahkan, dasar dasar pengetahuan telah
diguncangkan. Oleh siapa ? Oleh pemikiran, ya oleh akal.
Menghadapi
keadaan ini, muncul orang Yunani
juga, yang bernama Socrates. Nama
ini mungkin sama terkenalnya dengan nama Nabi tertentu. Socrates hiduppada kira-kira tahun 470-399 SM. Socrates orang yang taat beragama, meyakini dasar dasar
pengetahuan, demikian menurut sejarah. Ia berpendapat bahwa yang benar secara
objektif itu ada, itu dapat dipegang. Kebenaran yang relative memang ada juga. Socrates berusaha mengajak pemuda
pemuda Athena untuk mempercayai adanya kebenaran yang objektif, yang dapat
dipegang. Socrates pun mengajak pemuda pemuda itu kembali meyakini agama
mereka. Socrates dengan menggunakan metode dialektika, dengan bercakap cakap ke
sana-kemari, berhasil membuktikan adanya kebenaran yang objketif. Itulah
esensi-esensi di dalam definisinya. Definisi atau pengertian umum merupakan
penemuan Socrates yang sangat urgen. Metode induksi mulai digunakannya, yaitu
dalam rangka mencari esensi-esensi tersebut. Yang relative memang ada, yaitu kebenaran-kebenaran
pada cirri cirri aksidensia. Pendek kata, bahwa Socrates berhasil menginsafkan
pemuda Athena ketika itu bahwa ada kebenaran yang umum dan dapat dipegang, dan
agama pun mesti dianut kembali. Akan tetapi hasil ini harus ditebusnya dengan hukuman
mati untuk dirinya dengan minum racun,
melaksanakan keputusan pengadilan Athena.
Usaha
Socrates itu diteruskan oleh Plato. Plato adalah teman dan juga murid Socrates.
Dengan mengangkat esensi pada pengertian umum Socrates menjadi idea, maka
adanya kebenaran objektif, semakin dikukuhkan. Sampai di sini “kegaduhan”
pertama dalam sejarah penggunaan akal dapat diredakan. Orang Athena
mulaipercaya lagi pada adanya kebenaran yang objektif, kebenaran yang dapat
dipegang, dan mulai meyakini kembali agama mereka. Relativisme mulai
ditinggalkan. Yang relative memang ada, namun tidak seluruh kebenaran bersifat
relaif.
Setelah
peristiwa tersebut di atas, pemikiran manusia (filsafat) mulai memasuki babak
baru, yaitu suatu periode yang panjang sekali, kira-kira selama 1.500 tahun,
dan periode inilah yang sering/ biasa disebut Abad Pertengahan. Ini adalah
sebuah sebutan yang amat sederhana. Filsafat pada periode ini pada prinsipnya
dipengaruhi oleh suatu keyakinan, yaitu yang bertumpu pada agama Kristiani
(Kristen/ Katulik). Meskipun periode waktunya relative panjang, filsafat (di
Barat) bisa dikatakan tidak banyak menghasilkan penemuan, terutama bila
dibandingkan dengan rentangnya waktu, sebab pemikiran (filsafat) manusia
bagaikan direm. Yang mengremnya ialah orang-orang Kristiani atas nama agama
Kristiani. Akal dikekang oleh agama pada masa itu. Itulah sebabnya bahwa
periode ini lalu disebut periode Skolastik,
dan filsafatnya disebut dengan istilah “skolastisisme”. Periode ini seolah-olah
merupakan periode “balas dendam” terhadap merajalelanya/ liarnya akal pada
periode sebelumnya.
Pada
bagian akhir periode ini, seorang pemikir dengan penuh persiapan, dapat juga
melepaskan diri dari periode itu. Ia melesat lepas dari kungkungan dan kekagan
itu, laksana anak panah lepas dari busurnya. Ia meninggalkan zamannya. Dan
orang dimaksud diberi gelar Bapak
Filsafat Modern, ia adalah Rene
Descartes yang hidup antara tahun 1596 s/d. tahun 1650 Masehi.
Diperkirakan, bahwa Descartes pada masa persiapannya, membaca juga buah pikiran
orang orang Islam (Ahmad Tafsir, 2009: 3). Cirri utama pemikiran Descartes
adalah melepaskan diri dari pengaruh agama, dan menghidupkan kembali tradisi
Yunani, yaitu: Rasionalisme, dan
karena gerakannya tersebut, maka pada gerakan ini sering disebut gerakan
Reanissance (Ahmad Tafsir, 2009: 3).
Bila
munculnya Socrates dapat dijadikan
tonggak sebagai reaksi terhadap akal yang hanya khusus mendominasi pemikiran
tentang manusia, maka munculnya Rene Descartes dapat dijadikan sebagai tonggak
reaksi pemikiran yang mendominasi suara hati (dalam hal ini berupa iman/ agama)
terhadap jalan hidup manusia. Jadi, tampak ada dua (2) tokoh besar yang muncul
dari dua latar belakang yang berbeda, yakni: yang satu muncul karena ulah/
polahnya akal, sedangkan yang satu lagi karena ulah/ polahnya orang yang
mengatasnamakan agama tertentu yang sangat dipengaruhi oleh hati atau rasa.
Oleh sebab itu, akibat penggunaan akal yang keterlaluan besar pada zaman
Yunani, orang pada waktu itu menjadi bingung; begitu juga karena kekangan agama
yang terlalu didominasi oleh hati pada Abad Pertengahan, dan pemikiran direm.
Sehingga keduanya merugikan manusia dan kemanusiaan. Pada masa masa kritis
seperti itu biasanya muncul Nabi disatu pihak, atau Filosof dilain pihak.
Kritis artinya masa masa yang amat menentukan kelanjutan riwayat manusia.
Rene Descartes yang hidup di tahun 1596
s/d. tahun 1650 M , ia meletakkan akal (logos) sebagai basis filsafat, tepatnya
adalah sebagai basis berfilsafat, bukan agama atau yang lainnya. Hal ini dapat
dilihat dalam sejarah, yakni ketika sejak saat ini pemikiran manusia melaju
amat cepat, disbanding dari masa masa sebelumnya, bahkan lebih cepat dari
masa Yunani.
1.Pendahuluan
Pertama-tama
perlu dipahami antara istilah: “pengetahuan”, “ilmu pengetahuan”, dan
“filsafat”.
Untuk memahami dapat dilihat beberapa penjelasan seperti dijelaskan pada hal-hal di bawah ini.
2. Pengertian Pengetahuan.
a.Dr. M.J.
Langeveld mengatakan
bahwa pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dengan objek yang
diketahui.
b.James K.
Feibleman merumuskan
sbb.: Knowledge: relation between object and subject (pengetahuan: hubungan
antara objek dan subjek.
Ensiklopedia Indonesia memuat antara lain: epistemologi menyebutkan bahwa setiap pengetahuan
manusia adalah hasil dari berkontaknya dua hal, yaitu:
1). Benda (yang
diperiksa), diselidiki dan akhirnya diketahui (objek).
2). Manusia
yang melakukan pelbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya mengetahui benda/ hal itu.
3. pengetahuan dibedakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan biasa/ sehari
hari.
b. Pengetahuan ilmiah
c. Pengetahuan filosofis
d. Pengetahuan wahyu/ theologis
e. Pengetahuan intuisi
4. Pengertian ilmu pengetahuan
a.
Ilmu pengetahuan atau singkatnya ilmu yang bahasa Inggrisnya: Science, (Jerman: Wissenschaft) dan (Belnada: Wetenschap).
b.
Secara etimologis, kata science
berasal dari kata Latin: scio, scire berarti “tahu”. Begitu juga kata
ilmu berasal dari kata Arab: alima yang juga berarti “tahu”.
Jadi secara etimologis bahwa ilmu dan science adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri dan syarat
syarat khusus.
5. Definisi tentang ilmu pengetahuan adalah:
a.Ralph
Ross mengatakan
bahwa: Science is empirical, rational, general, and cumulative; and it is all
four at one (ilmu ialah yang empiris, yang rasional, yang umum dan
bertimbun bersusun; dan keempat-empatnya serentak).
b.Karl
Pearson pengarang karya: Grammar of Science, merumuskan sbb: Science is the complete and consistent
description of the facts of experience in the simplest possible terms (Ilmu
pemgetahuan ialah lukisan atau keterangan yang lengkap dan konsisten tentang
fakta pengalaman dengan istilah yang sesederhana/ sesedikit mungkin).
Jadi, dengan bertolak dari definisi di atas, penulis menyimpulkan, bahwa ilmu pengetahuan adalah usaha pemahaman
manusia yang disusun dalam satu sistema mengenai kenyataan, struktur,
pembagian, bagian bagian dan hukum hukum tentang hal yang diselidiki (alam,
agama, dan manusia) sejauh yang dapat dijangkau daya pikir yang dibantu indra
manusia, yang kebenarannya diuji secara empiris, riset, dan eksperimental.
6. Ada beberapa langkah dalam
Ilmu pengetahuan, seperti:
1). Perumusan Masalah.
Yaitu, setiap penyeldikan ilmiah dimulai dengan masalah
yang dirumuskan secara tepat dan jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuwan
mempunyai jalan untuk mengetahui fakta yang harus dikumpulkan.
2). Observasi.
Yaitu, Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai
corak empiris & induktif dan seluruh kegiatannya diarahkan pada pengumpulan
data dengan melalui pengamatan yang cermat.Hasil observasi ini kemudian
dituangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan.
3). Pengamatan dan Klasifikasi Data.
Yaitu, Penyusunan fakta dalam kelompok, jenis, &
kelas tertentu berdasarkan sifat yang sama.
Jadi dengan klasifikasi ini maksudnya adalah menganalisis,
membandingkan & membeda-bedakan data yang relevan.
4). Perumusan Pengetahuan (Definisi).
Yaitu, ilmuwan mengadakan analisis & sintesis secara
induktif, kemudian diadakan generalisasi dan dituangkan dalam pertanyaan
universal, sehingga dari sinilah teori terbentuk.
5). Prediksi.
Yaitu, deduksi mulai memainkan peranan, sehingga dari
teori yang sudah terbentuk tadi, kemudian diturunkan hipotesis baru, dan
melalui deduksi pula mulai disusun implikasi logis agar dapat diadakan
ramalan-ramalan tentang gejala yang perlu diketahui.
Deduksi ini selalu dirumuskan dalam bentuk silogisme.
6). Verifikasi.
Yaitu, dilakukan pengujian kebenaran hipotesis.
Artinya, bahwa menguji kebenaran prediksi-prediksi tadi
melalui observasi terhadap fakta yang sebenarnya, sehingga keputusan terakhir
terletak pada fakta.
Oleh sebab itu, jika fakta tidak mendukung hipotesis,
maka hipotesis itu harus dibongkar dan diganti dengan hipotesis lain, dan
kegiatan ilmiah harus dimulai lagi dari permulaan.
Itu artinya, bahwa data empiris merupakan penentu bagi
benar tidaknya hipotesis.
Jadi, untuk langkah terakhir kegiatan ilmiah adalah
pengujian kebenaran ilmiah dan menguji konsekuensi-konsekuensi yang telah
dideduksi.
7.Pengertian Filsafat
Terkait dengan
pengertian filsafat, perlu ditegaskan di sini bahwa dalam garis besarnya
filsafat minimal mempunyai tiga dimensi besar, yakni:
1. dimensi
epistemologis
2. dimensi
ontologis
3. dimensi
aksiologis
Inilah
keseluruhan filsafat dalam garis besar yang ringkas. Untuk itu agar lebih jelas
tentang kapling-kapling filsafat dimaksud adalah sebagai berikut:
1.Dimensi epistemologis, yakni dimensi yang membicarakan bagaimana
cara memperoleh pengetahuan. Runes (1971: 94) dalam kamusnya menjelaskan bahwa
epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin,
structure, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya sehingga
sering disebut dengan istilah filsafat pengetahuan, karena ia membicarakan hal
pengetahuan. Untuk hal ini ada beberapa aliran yang membicarakan, seperti:
Aliran
empirisme, yakni kata yang berasal dari kata Yunani empeirikos yang asal
katanya adalah empeiria, artinya pengalaman. Oleh sebab itu, menurut aliran ini
bahwa manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. John Locke
(1632-1704), bapak aliran ini pada zaman Modern mengemukakan teori tabula
rasa yang dalam bahasa Indonesia adalah meja lilin. Maksudnya adalah
bahwa manusia pada mulanya kosong dari pengetahuan, kemudian pengalamannya
mengisi jiwa yang kosong itu, sehingga manusia memiliki pengetahuan.
Aliran
Rasionalisme, yakni aliran yang menyatakan bahwa “akal adalah dasar kepastian pengetahuan”. Pengetahuan yang benar
diperoleh dan diukur dengan akal. Menurut aliran ini, bahwa manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini di zaman
Modern adalah Rene Descartes (1596-1650), ini benar. Akan tetapi sesungguhnya
paham semacam ini sudah ada jauh sebelum itu, yakni orang orang Yunani Kuno
telah meyakini juga bahwa akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang
benar, lebih-lebih pada Aristoteles yang teleh disebutkan di depan. Di samping
kedua aliran ini masih banyak aliran filsafat yang belum disebutkan di sini.
2.Dimensi ontologis, hal ini setelah membenahi cara memperoleh
pengetahuan, filsuf mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh
pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya.
Inilah sebabnya bagian ini dinamakan
teori hakikat, yang biasa disebut dengan istilah ontologi (Ahmad Tafsir, 2009: 28). Bidang bahasan dalam dimensi
ontologis ini sangat luas, yakni segala yang ada, dan yang mungkin ada, yang
boleh juga mencakup pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat
pengetahuan dan kakikat nilai).
3.Dimensi aksiologis, bahwa dalam dimensi ini seandainya ditanyakan
kepada Socrates atau Nietzsche tentang apa guna filsafat,
agaknya mereka akan menjawab bahwa filsafat dapat menjadikan manusia menjadi
manusia. Artinya, dengan filsafat orang akan bisa menjadi orang bijaksana.
Namun bila melihat rumusan ini nampaknya terlalu umum, sehingga sulit dipahami.
Untuk memahami kegunaan filsafat di tingkat teknis operasionalnya, dapat
dimulai dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, pertama filsafat sebagai
kumpulan teori, kedua filsafat sebagai pandangan hidup (philosophy of life), dan ketiga filsafat sebagai metode
pemecahan masalah (Ahmad Tafsir, 2009: 42).
Filsfat sebagai kumpulan teori
filsafat, digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Sedangkan
filsafat sebagai philosophy of life (pandangan hidup) ini sangat penting untuk
dipelajari, sebab dalam hal ini fungsinya mirip dengan agama (Ahmad Tafsir,
2009: 42). Dalam posisi ini filsafat dapat menjadi jalan kehidupan. Jika dalam
agama X dikatakan bahwa agama X itu
adalah jalan kehidupan, maka filsafat sebagai filsafat hidup demikian juga
halnya. Ia menjadi pedoman. Isinya berupa ajaran dan ajaran itu dilaksanakan
dalam kehidupan. Perbedaannya agama dengan filsafat adalah bila filsafat
dipandang sebagai teori, maka teori itu ada yang dipakai dan ada yang tidak dipakai,
ada yang diakui kebenarannya dan ada yang tidak diakui. Intinya bahwa filsafat
sebagai philosophy of life gunanya untuk petunjuk dalam menjalani
kehidupan, lebih singkat lagi: untuk dijadikan agama (Ahmad Tafsir, 2009: 43). Dan selanjutnya,
bahwa filsafat sebagai metodology dalam memecahkan masalah,
ada berbagai cara yang ditempuh orang bila hendak menyelesaikan sesuatu
masalah. Seperti memecahkan masalah dengan
cara sains, sehingga hal ini pusat perhatiannya pada fakta
empiric, namun ada juga yang menyelesaikan masalah dengan cara
filsafat, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian singkat di
atas, dapatlah dikatakan bahwa dimensi aksiologis dari filsafat adalah berupa
kegunaan filsafat dan itu luas sekali. Di mana pun dan pada apa pun filsafat
diterapkan di situ filsafat memiliki kegunaan. Bila digunakan dalam pedidikan,
maka akan dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi pendidikan, bila digunakan
dalam bahasa, ia berguna bagi bahasa, dan bila digunakan dalam agama, maka
filsafat juga dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi agama, dan seterusnya.
Inilah pemehaman filsafat dalam dimensi aksiologis.
8.Pengertian Filsafat Ilmu pengetahuan.
Untuk memahami pengertian tentang
filsafat ilmu
pengetahuan, akan dibahas terlebih dahulu pengertian filsafat dalam arti
terminologinya.
Pengertian filsafat sesuai dengan terminologinya yaitu:
- Filsafat adalah upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
- Filsafat adalah upaya melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
- Filsafat adalah untuk menentukan batas batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
- dFilsafat adalah penyelidikan kritis atas pengandaian pengandaian dan pernyataan pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
- Filsafat adalah berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.
Jadi, pengertian filsafat secara
terminologinya di atas sangat beragam baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya.
Bahkan Mohammad Hatta seorang ahli filafat Indenesia, dan Langeveld mengatakan
bahwa definisi filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki
titik tekan sendiri dalam definisinya. Hal ini bisa dimengerti, karena intisari
berfilsafat itu terdapat dalam pembahasan bukan pada definisi. Namun definisi
filsafat untuk dijadikan patokan awal diperlukan, karena untuk memberi arah dan
cakupan objek yang dibahas, terutama terkait dengan filsafat ilmu
Berikut akan dibahas tentang pengertian
ilmu pengetahuan. Secara
etimologis bahwa ilmu dalam bahasa Inggris adalah science, yaitu berasal
dari bahasa Latin: scientia artinya pengetahuan, dan scire artinya mengetahuai,
dan sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Sedangkan ilmu
yang berasal dari bahasa Arab adalah: ‘alima, ya’lamu, dan ‘ilman, kesemua
itu artinya mengerti dan memahami benar benar.
Dari beberapa istilah di atas, lalu
pengertian ilmu dalam kamus bahasa Indonesia adalah penegtahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara bersistem, menurut metode metode tertentu, yang
dapat digunakan untuk menerangkan gejala gejala tertentu di bidang itu.
Ciri ciri utama
ilmu pengetahuan sesuai dengen
terminologinya antara lain:
1). Ilmu
pengetahuan adalah sebagian pengetahuan bersifat koheren, epiris,
sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Hal ini beda dengan iman, yaitu
pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan pengahayatan serta
pengalaman pribadi.
2). Ilmu
pengetahuan berbeda dengan pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan tidak pernah
mengartikan kepingan pengetahuan satu putusan tersendiri, melainkan ilmu pengetahuan menandakan
seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (alam objek) yang sama dan saling
berkaitan secara logis. Oleh sebab itu, koherensi sistematik adalah hakikat
ilmu pengetahuan.
3). Ilmu pengetahuan tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan
dengan masing masing penalaran perorangan, sebab ilmu pengetahuan dapat memuat
di dalamnya dirinya sendiri hipotesis-hipotesis dan teori teori yang belum
sepenuhnya dimantapkan.
4). Berkaitan
dengan konsep ilmu
pengetahuan (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode metode yang
berhasil dan hasil hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua
pencari ilmu.
5). Ciri hakiki
dari ilmu ialah metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai
dengan penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan
ide yang terpisah.
Setelah dipahami pengertian Filsafat,
pengertian Ilmu
pengetahuan, dan pengertian Pengetahuan, maka dapat disimpulkan
bahwa Filsafat Ilmu
pengetahuan adalah kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan, sehingga
filsafat ilmu
pengetahuan dapat menjawab beberapa persoalan, seperti:
a. Persoalan dalam landasan
dimensi Ontologis:
Artinya: persoalan tentang Objek apa yang ditelaah ?,
Bagaimana wujud yang hakiki dari objek tersebut ?, Bagaimana korelasi antara
objek tadi dengan daya tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan
mengindra) yang menghasilkan ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar
untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang bidang ilmu.
b. Persoalan dalam landasan
dimensi epistemologis
Artinya: persoalan bagaimana proses pengetahuan yang
masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu ?. Bagaimana prosedur dan
mekanismenya ?. Hal hal yang harus diperhatikan agar dapat diperoleh
pengetahuan yang benar ?. Apa yang disebut kebenaran itu sendiri ?. Apa
kriterianya ?. Cara/ teknik/ sarana apa yang membantu manusia dalam mendapatkan
pengetahuan yang berupa ilmu ?.
c. Persoalan dalam landasan
dimensi aksiologis
Artinya: persoalan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu
itu dipergunakan ?. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan
kaidah kaidah moral ?. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan
pilihan pilihan moral ?. Bagaimana korelasi antara teknik proseduran yang
merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma norma moral ?.
9.Pengertian filsafat ilmu pengetahuan menurut
Hartono Kasmadi (1990) dapat dirangkum dalam tiga (3) medan telaah, yaitu:
a. Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu
telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap
lambang yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang
yang digunakan.
Misal: untuk mengkaji ilmu empiris, ilmu rasional, bidang
etika, estetika, dll.
b. Filsafat ilmu pengetahuan adalah upaya
untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, praduga, dan postulat
mengenai ilmu , serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar empiris, rasional,
dan pragmatis.
Misal: analisis terhadap anggapan dasar tentang
kuantitas, kualitas, waktu, ruang, dan hukum, serta dapat pula sebagai studi
keyakinan tertentu, maupun keyakinan dunia “sana”.
c. Filsafat ilmu pengetahuan adalah studi
gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan
untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu
10. Persamaan dan Perbedaan antara
Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Adapun Persamaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
adalah:
1).
Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya, menyelidiki objek
selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2).
Kedua-duanya memberikan pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada
antara kejadian-kejadian yang dialami, serta menunjukkan sebab-sebabnya.
3).
Keduanya hendak memberikan sintesis, yakni suatu pandangan yang begandengan.
4).
Keduanya mempunyai metode dan system.
5).
Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan seluruhnya yang timbul
dari hasrat manusia (objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Sedangkan Perbedaannya antara
Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1).
Objek material (lapangan) penyelidikan filsafat bersifat umum (universal),
yakni segala sesuatu yang ada, sedangkan objek material ilmu pengetahuan adalah
bersifat khusus dan empiris.
2).
Objek formal filsafat bersifat non fragmentaris, sebab mencari pengertian dari
segala sesuatu yang ada secara luar, mendalam, dan mendasar (sampai pada
hakekat). Sedang ilmu pengetahuan objek formalnya bersifat pragmentaris,
spesifik, dan intensif, juga bersifat teknis, artinya bahwa idea idea manusia
itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
3).
Filsafat dilaksanakan dalam suasana menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan
pengawasan. Sedangkan ilmu harus diadakan riset lewat pendekatan trial
and error. Oleh sebab itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis,
sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainya.
4).
Filsafat dengan pertanyaan yang lebih jauh dan mendalam berdasar pengalaman
realitas sehari-hari. Sedangkan ilmu pengetahuan bersifat diskursif, yakni
menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5).
Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai
dasar yakni yang disebut hakekat. Sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan
sebab-sebab yang tidak begitu mendalam atau yang disebut yang sekundar (secondary
cause).
11. Tujuan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan tujuannya,
yakni:
a. mendalami
unsure-unsur pokok ilmu pengetahuan, sehingga secara menyeluruh dapat dipahami
sumber-sumber, hakikat, dan tujuan ilmu pengetahuan.
b. Memahami sejarah
pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga didapat
gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis.
c. Menjadi pedoman bagi
para pendidik dan anak didik dalam mendalami studi di perguruan tinggi,
khususnya untuk membedakan persoalan ilmiah dan non ilmiah.
d. Mendorng para calon ilmuwan
untuk konsentrasi dalam mendalami ilmu pengetahuan dan mengembangkannya.
e. Mempertegas bahwa
dalam persoalan sumber dan tujuan antara ilmu pengetahuan dan agama tidak ada
pertentangan (Amsal Bakhtiar, 2004: 20).
12. Kajian Filsafati tentang Arah dan strategi perkembangan
ilmu pengetahuan
Bukan hal yang ajaib bila berpendapat
bahwa ilmu pengetahuan yang sekarang dikenal orang berasal dari kebudayaan
Yunani Kuno. Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai satu
satunya ilmu di masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan
dan perantingan keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu
ditelusuri sesuai dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah
tumbuh jauh sebelum para pemikir Yunani mengenalnya. Usaha mula mula di bidang
keilmuan yang tercatat dalam sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana
banjir sungai Nil yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem
almanak, geometri, dan kegiatan survey.
Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh
bangsa Babylonia dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan berharga
meskipun tidak seintensif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa
Yunani yang menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu. Bangsa Yunani dapat dianggap sebagai
perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis. Sejalan dengan
hal di atas, maka arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan adalah sbb.:
1. Ilmu berkembang dari keadaan bersatu menuju keadaan
yang banyak atau terspesialisasi.
Dari aspek ini
dinyatakan, bahwa tidak ada ilmu pengetahuan pada umumnya, yang ada hanyalah
ilmu konkrit. Perkembangan seperti ini ternyata tidak dapat dielakkan, sehingga
ilmu dalam perkebangannya menuju ke arah spesialisasi. Spesialisasi
dimungkinkan oleh karena manusia dapat menelaah satu aspek saja pada satu soal,
terutama pada tahapan analisis.
2. Ilmu berkembang dari cara kerjanya yang rasional ke
arah rasional empiris dan rasional eksperimental. Aspek perkembangan ini
bersangkutan dengan metode ilmu dan metode merupakan komponen pokok dalam
segala aktivitas keilmuan.
Ditelusuri lebih
jauh, karakter ilmu mengalami perubahan, dari masa Purba yang hanya memiliki “a receptive and emperical mentality”
ke arah bangkitnya suatu “inquiring
mind”, dari kemampuan know-how
ke arah know-why. (inquire:
menyelidiki/ ingin tahu).
3. Ilmu berkembang dari sifatnya yang kualitatif ke arah
kuantitatif. Dari aspek ini perkembangan ilmu ditandai suatu pergeseran
pandangan tentang objek manakah yang bisa dan patut dikaji secara ilmiah.
Ilmu-ilmu positif misalnya, mulai menyangsikan realibilitas dan validitas
persoalan-persoalan metafisik, yang oleh para pengikut positivisme dianggap
sebagai “nonsense”.
4. Perkembangan ilmu terjadi pergeseran dari fungsi
memajukan masyarakat ke arah ideologi yang mendominasi masyarakat. Beberapa
tokoh yang mengkritik perkembangan ilmu yangdemikian itu, seperti Herbert
Marcuse dan Jurgen Habermas.
Strategi pengembangan ilmu pengetahuan
Strategi
pengembangan ilmu terdapat tiga macam pendapat, yaitu:
- Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dikembangkan dalam otonomi tertutup. Ilmu untuk ilmu, science for the sake of science only. Di sini pengeruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan.
- Ilmu lebur di dalam konteks, tidak saja sekedar merefleksikannya tetapi memberi justifikasi bagi konteks.
3. Ilmu dan konteks dikembangkan dengan suasana saling
meresapi, agar timbul gagasan-gagasan baru yang relevan dan aktual, sejalan
dengan kenyataan yang tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu tidak dapat
dielakkan bahwa semakin terasa adanya urgensi untuk menjelaskan dan mengarahkan
perkembangan ilmu tidak hanya berhenti atas dasar context of justification, akan tetapi atas dasar context of discovery. Hal ini
disebabkan karena pada akhirnya ilmu pengetahuan dibutuhkan, dan pada
gilirannya dipergunakan sebagai instrumen bagi penyelesaian masalah masalah
konkrit yang dihadapi masyarakat.
Koento Wibisono
(1983) berpendapat bahwa strategi pengembangan ilmu
pengetahuan harus
berorientasi pada dimensi:
1. Dimensi
teleologis, artinya bahwa ilmu pengetahuan hanyalah sekedar sarana
yang dibutuhkan untuk mencapai suatu
teleos.
2. Dimensi etis, artinya bahwa
ilmu pengetahuan berkiblat pada manusia yang menduduki tempat sentral. Dimensi
etis menuntut pengembangan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab.
3. Dimensi
integratif, artinya bahwa pengembangan ilmu pengetahuan pada
akhirnya terarah pada peningkatan kualitas manusia yang sekaligus juga kualitas
struktur masyarakat.
13. Kedudukan filsafat ilmu pengetahuan dalam filsafat.
Tempat
kedudukan filsafat ilmu pengetahuan ditentukan oleh dua lapangan
penyelidikan Filsafat Ilmu pengetahuan, yakni:
Pertama, sifat
pengetahuan ilmiah. Di sini filsafat ilmu berkaitan dengan epistemologi, artinya: berfungsi
menyelidiki syarat-syarat pengetahuan manusia dan bentuk-bentuknya.
Kedua, berkaitan
dengan cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah, artinya:
berkaitan dengan logika dan metodologi
14. Objek filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan mempunyai
objek yaitu: a. Objek
material, dan b. Objek formal.
Ad. a. Objek
material, yaitu objek yang dijadikan sasaran penyelidikan, oleh sebab ini
objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ad. b. Objek
formal, yaitu sudut pandang terhadap objek materialnya, sehingga objek
formalnya berupa hakekat ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu menaruh
perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan.
15.Ruang lingkup Filsafat Ilmu pengetahuan
Jadi, cakupan objek filsafat lebih luas
dibanding dengan ilmu, sebab ilmu hanya mencakup yang empiris saja, sedang
filsafat tidak hanya yang empiris saja. Secara historis ilmu adalah berasal
dari kajian filsafat, sebab awalnya filsafat yang melakukan pembahasan tentang
yang ada secara sistematis, rasional, logis dan empiris. Setelah berjalan,
terkait dengan yang empiris, maka semakin bercabang dan berkembang, sehingga
timbullah spesifakasi dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses
terbentuknya ilmu secara berkesinambungan. Hal ini seperti diibaratkan oleh Will
Durant, bahwa filsafat bagaikan Marinir yang merebut pantai untuk
pendaratan pasukan Infantri. Pasukan Infantri adalah sebagai pengetahuan yang
di antaranya adalah ilmu, Sedangkan filsafat yang menyediakan tempat berpijak
bagi kegiatan keilmuan (Sumber buku Filsafat Ilmu oleh: Amsal Bakhtiar, 2008,
2). Setelah itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing masing,
sehingga ilmulah secara praktis bagaikan membelah gunung, dan merambah hutan.
Sedangkan filsafat kembali ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan
eksplorasi lebih jauh. Oleh sebab itu, filsafat sering disebut sebagai induk/
ibu ilmu penetahuan. Hal ini bisa dimengerti, sebab dari filsafatlah, maka ilmu
ilmu modern dan kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu
dan sekaligus buahnya, yaitu: teknologi.
16.Kajian Filsafati Dasar-dasar ilmu pengetahuan
Pengertian ilmu pengetahuan secara umum
adalah suatu sistem yang terdiri dari pengetahuan pengetahuan (ilmiah) yang
ditujukan untuk memperoleh kebenaran (ilmiah) dan sedapat mungkin untuk
mencapai kebahagiaan umat manusia.
Jenis dari ilmu pengetuan adalah
sistemnya.Pembedanya adalah kumpulan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan
sedapat mungkin untuk kebahagiaan umat manusia.
Ilmu pengetahuan ditinjau dari unsur unsurnya, yaitu
berupa:
a. Sistem
b. Pengetahuan (ilmiah)
c. Kebenaran
d. Kebahagiaan umat manusia
Jadi segi statika ilmu pengetahuan adalah:
Suatu sistem tertentu yang berupa pengetahuan (ilmiah).
Sedang segi dinamika ilmu pengetahuan adalah:
1. Suatu usaha
terus menerus untuk mencapai kebenaran ilmiah.
2. Kebahagiaan
umat manusia.
Jadi bila orang menggunakan istilah dasar dasar yang
statik dari ilmu pengetahuan, maka seakan akan orang terpaku perhatiannya pada
suatu kerangka dasar yang mau tidak mau harus dibuktikan dalam melakukan
kegiatan ilmiah.
Sedang istilah dasar dasar dinamik dari ilmu pengetahuan
adalah pedoman pedoman yang ada di depannya agar supaya orang tidak tersesat
dalam melakukan kegiatan ilmiah.
Sistem adalah suatu keadaan atau barang sesuatu tertentu
yang bagian bagiannya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka
mencapai suatu tujuan tertentu.
Dasar dasar dinamik ilmu pengetahuan yang berupa:
Pedoman yang harus diikuti oleh seorang ilmuwan, dalam
usahanya untuk mencapai tujuan dari kegiatan ilmiah.
Tujuannya adalah kebenaran ilmiah yang sedapat mungkin
untuk mencapai kebahagiaan umat manusia.
Apakah yang dinamakan “kebenaran” ?.
Paham objektivisme mengatakan:
Kebenaran adalah keadaan yang menunjukkan kesesuaian
antara pikiran manusia tentang objeknya dengan keadaan yang senyatanya dari
objek tersebut.
Paham subjektivisme mengatakan bahwa kebenaran adalah:
Suatu proses yang menggambarkan bahwa dalam keadaan
terakhir yang menetukan kebenaran sesuatu pendapat adalah si subjek itu sendiri.
Paham objektivisme juga disebut paham korespondensi
tentang kebenaran.
Sebab kebenaran adalah adanya kesesuaian antara pikiran
manusia tentang suatu objek tertentu dengan keadaan tertentu dari objek itu.
Jadi, yang menentukan benar atau tidaknya adalah objek
yang bersangkutan.
Sedang paham subjektivisme bahwa yang benar adalah:
Ditentukan oleh pendapat manusia atau subjek yang
bersangkutan.
Jadi paha subjektivisme dapat dibedakan menjadi dua(2),
yaitu:
- Paham konsistensi atau paham logik atau paham koherensi.
- Paham pragmatik.
Berikut adalah apa yang dinamakan “kebahagiaan” ?
Kebahagian di sini tentu terkati dengan tujuan akhir yang
hendak dicapai manusia di dunia ini.
Maka apakah mungkin manusia selama hidup di dunia ini
dapat mencapainya.
Pertanyaan dimaksud ada dua pendapat, yaitu:
- Manusia semasa hidup di dunia tidak akan dapat mencapai kebahagiaan.
- Manusia dalam hidup di dunia bila sungguh sungguh akan dapat mencapai kebahagiaan (dalam arti kesejahteraan rohani dan jasmani).
Jadi kebahagian yang merupakan paduan/ sintetik adalah
merupakan suatu suasana percampuran antara keadaan yang bersifat subjektif
dengan keadaan yang bersifat objektif yang menghasilkan suatu keharuan.
Hal ini disadari karena kebahagiaan adalah masalah
pribadi yang merupakan campuran tersebut di atas dan menimbulkan keharuan pada
masing masing pribadi.
17.Titik Pandang Filsafat Ilmu pengetahuan
Dasar memahami filsafat ilmu
adalah bila mengatahui empat titik
pandang (view points) dalam filsafat ilmu.
Empat titik pandang filsafat ilmu, yaitu:
a.Perumusan world-views yang
konsisten, misal: pada beberapa pengertian didasarkan atas teori teori ilmiah.
Jadi filsuf ilmu bertugas mengelaborasikan implikasi yang
lebih luas dari illmu.
b. Eksposisi dari presuppositions
dan predispositions para
ilmuwan. Misal: filsuf ilmu mengemukakan bahwa para ilmuwan menduga alam tidak
berubah-ubah, dan terdapat keteraturan di alam, sehingga gejala-gejala alam
mudah didapat oleh peneliti. Oleh sebab itu peneliti tidak menutup keinginan
keinginan deterministik.
c. Konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis
dan diklasifikasikan.
Artinya memberikan kejelasan tentang makna dari berbagai
konsep, seperti gelombang, potensial, dll.
Oleh sebab itu ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama, apakah para
ilmuwan mengerti suatu konsep yang digunakannya, sehingga dalam hal ini tidak
memerlukan klasifikasi.
Kedua, para ilmuwan
tidak tahu makna konsep tersebut, sehingga mereka harus inquiry hubungan konsep itu dengan konsep-konsep lain.
Jadi, bila seorang ilmiawan melakukan inquiry, berarti ia sedang
mempraktekkan filsafat ilmu.
d.Filsafat ilmu
merupakan second-order criteriology.
Filsafat
Ilmu mempunyai beberapa criteria yang harus dipahami bagi para ahlinya.
artinya: bahwa filsuf ilmu menuntut jawaban jawaban atas
pertanyaan:
1). Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah
dengan tipe penyelidikan lain.
2). Prosedur yang bagaimana yang harus diikuti oleh para
ilmuwan dalam menyelidiki alam.
3). Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai dalam
penyelidikan ilmiah agar jadi benar.
4). Status yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum
ilmiah.
Jadi pertanyaan itu ada perbedaan yang dapat dirumuskan
antara doing science dan thingking tentang ilmu.
18.Jawaban dari tiga dimensi persoalan filsafat ilmu pengetahuan
a.Dimensi Ontologis
Dimensi ontologis, yang dihadapi adalah persoalan:
keterangan dari hakekat ada
Kata ontologi berasal dari kata Yunani: On= being,
dan logos=logic.
Jadi, ontologi= The theory of being qua being.
Louis O Kattsoff dalam Elements of Philosophy mengatakan: ontologi itu mencari ultimate reality, contohnya
adalah pemikiran Thales, yaitu: air = ultimate substance.
Jadi menurutnya bahwa semua benda berasal hanya satu,
yaitu air. Ontologi dalam segi praktisnya adalah sebagai teori mengenai apa
yang ada.
Ontologi dari segi teoritis: menyelidiki sifat dasar dari
apa yang nyata secara fundamental dan cara yang ada dapat dikatakan ada.
Pendek kata dapat disebut sebagai teori mengenai prinsip
prinsip umum dari hal yang ada. Ontologi disebut juga dari kata: ontos artinya
sesuatu yang berwujud. Oleh sebab itu ontologi adalah teori/ ilmu tentang
wujud, tentang hakkat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata,
tetapi berdasar pada logika semata mata.
Dari beberapa pengertian tentang ontologi di atas,
akhirnya dapat disimulkan sbb.:
1. Menurut bahasanya, ontologi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu: On/ Ontos =
ada, dan Logos = ilmu.
Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilahnya, ontologi ialah ilmu yang membahas
tentang hakekat yang ada, yang merupakan ultimate reality baik
yang berbentuk jasmani/ konkrit maupun rohani/ abstrak.
Term ontologi kali pertama diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada th. 1636 M. Yaitu
untuk memberi nama teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis.
Kemudian perkembangannya Christian Wolf
(th. 1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu:
1).
Metafisika umum(Ontologi)
2).
Metafisika khusus
b.Dimensi Epistemologi
Epistemologi ialah cabang filsafat yang membicarakan
hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasar, dan
tanggung jawab atas pernyataan mengenai pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh
oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri
dalam teori pengetahuan, antara lain adalah:
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra,
dan yang lain mempunyai metode-metode:
1. Metode induktif = khusus ke umum
2. Metode deduktif = umum ke khusus
3. Metode positivisme = menolak metafisika yakni Apa yang diketahui, yang faktual, positif
4. Metode kontemplatif = kemampuan intuisi, yakni Diperoleh lewat kontemplasi
5. Metode dialektis = semula artinya tanya jawab, yakni Kemudian berarti mengkompromikan lawan
Keterangan
dari beberapa metode di atas, yakni:
Ad.
1. metde induktuif, yakni
Ad.
2. meotde deduktif, yakni
Ad.
3. metode positivisme, yakni suatu metode yang dikeluarkan oleh August Comte
(1797-1857) berupa metode yang berpangkal pada hal-hal positif, sehingga ia
mengesampingkan persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Jadi ia menolak
metafisika, sehingga di bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada
bidang gejala-gejala saja.
Menurut
Comte, bahwa perkembangan pikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap, yakni:
a.
tahap teologis, pada tahap ini manusia yakin bila dibalik sesuatu tersirat
pernyataan kehendak khusus.
b.
tahap metafisik, pada tahap ini kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan
yang abstrak, yang kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum
yang disebut alam dan dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
c.
tahap positif, pada tahap ini sebagai suatu usaha mencapai pengenalan yang
mutlak, sehingga pengetahuan teologis ataupun metafisis dipandang tidak
berguna. Yang penting menemukan
hukum-hukum dan urutan yang ada pada fakta dengan pengamatan dan menggunakan akal.
Ad.
4. metode kontemplatif, yakni metode yang mengatakan ada keterbatas indra dan
akal manusia untuk memperoleh pengetahuan, sehingga hasil yang diperoleh pun
berbeda beda, maka harus dikembangkan kemampuan akal yang disebut intuisi. Jadi
kemampuan intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi.
Ad.
5. metode dialektis.
c. Dimensi aksiologis
Terkait
dengan nilai, maka tentang nilai dapat subjektif tapi dapat juga objektif
Kemudian bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan ? Bagi seorang ilmuwan,
kegiatan ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah hal yang sangat penting. Yang
lebih penting adalah bahwa ilmu pengetahuan tidaklah berkembang pada arah yang
tak terkendali, namun ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat manusia
berkuasa untuk mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus
mendapat tempat yang utuh, eksistensi
ilmu pengetahuan bukan “melulu” untuk mendesak kemanusiaan, namun
kemanusiaanlah yang harus menggemgam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya
dalam rangka pengembangan diri kepada sang
Pencipta.
DaftarPustaka
Amsal Bakhtiar, 2004, Filsafat Ilmu, Jakarta, PT. Grafindo
Persada
Bebbington, David, 1979, Patterns in history, , England,
Inter-Varsity Press
Caputo, John D. 1987, Radical Hermeneutics, Bloomington and
Indianapolis, Indiana University Press
Harun Hadiwijono, 1988, Sari Sejarah Fil safat Yunani,Yogyakarta,
Penerbit Kanisius
Robert N. Beck, 1967, Perspectives in Social Philosophy, New
York, Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Sullivan, John Edward, 1970, Prophets of the West, New York, Holt,
Rinehart and Winston, Inc
Suparlan Suhartono, 2007, Dasar-dasar Filsafat, Ruzz
Media.Yogyakarta, ArFil.
Surajiyo, 2008, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta, PT. Bumi
Perkasa
Wowo Sunaryo Kuswono, 2013, Filsafat Pendidikan Teknologi, Vokasi dan Kejuruan, Bandung, Alfabeta.