FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Oleh:
Drs. Sudadi, M.Hum.
PENGANTAR
Penulis
memang bukan seorang filsuf, melainkan pecinta filsafat dan kebetulan saja
sebagai pengajar filsafat. Oleh sebab itu dirasa tidak ada maksud apapun dengan
pembuatannya ini, kecuali hanya dimaksudkan,bahwa apabila mungkin bisa membantu
siapa saja yang sedang dan ingin belajar filsafat terutama filsafat ilmu
pengetahuan. Meskipun
tentang hal ini telah ditulis oleh banyak orang yang dimungkinkan lebih ahli
dan lebih mendalami dalam bidang ini. Disinilah keberanian penulis walaupun
bukan seorang filsuf, namun karena dirasa sangat diperlukan khususnya dalam
kegiatannya sebagai pengajar filsafat.
Berbekal
lebih dari dua dasa warsa pengalaman penulis bergumul dengan problem problem,
seperti bagaimana mengajar filsafat (filsafat ilmu pengetahuan) kepada mahasiswa,
agar supaya mereka mencintai dan memahami “filsafat ilmu pengetahuan”. Itulah
sebabnya tulisan ini diusahakan uraiannya sejelas dan sesederhana mungkin,
meskipun ini belum tentu memuaskan bagi yang sedang menggeluti ilmu semacam
ini. Mungkin juga tulisan ini masih banyak kekurangannya, atau mungkin bisa
menjadi pendorong orang lain yang lebih ahli tentang filsafat, sehingga bisa
menambah dalam berfilsafat secara mandiri lebih khsus lagi filsafat ilmu
pengetahuan.
1.Pendahuluan
Pertama-tama perlu
dipahami antara istilah: “pengetahuan”, “ilmu pengetahuan”, dan “filsafat”.
Untuk memahami dapat dilihat beberapa penjelasan
seperti dijelaskan pada hal-hal di bawah ini.
2.
Pengertian
Pengetahuan.
a.Dr. M.J. Langeveld mengatakan bahwa pengetahuan adalah kesatuan subjek yang
mengetahui dengan objek yang diketahui.
b.James K. Feibleman merumuskan sbb.: Knowledge: relation between object and
subject (pengetahuan: hubungan antara objek dan subjek.
Ensiklopedia Indonesia memuat
antara lain: epistemologi menyebutkan bahwa setiap pengetahuan manusia adalah
hasil dari berkontaknya dua hal, yaitu:
1). Benda (yang diperiksa), diselidiki dan akhirnya diketahui (objek).
2). Manusia yang melakukan pelbagai pemeriksaan dan penyelidikan dan akhirnya mengetahui
benda/ hal itu.
3. pengetahuan
dibedakan sebagai berikut:
a. Pengetahuan biasa/ sehari hari.
b. Pengetahuan ilmiah
c. Pengetahuan filosofis
d. Pengetahuan wahyu/ theologis
e. Pengetahuan intuisi
4.
Pengertian ilmu
pengetahuan
a. Ilmu pengetahuan atau singkatnya
ilmu yang bahasa Inggrisnya: Science,
(Jerman: Wissenschaft) dan (Belnada: Wetenschap).
b. Secara etimologis, kata science berasal dari kata Latin: scio, scire berarti “tahu”. Begitu juga kata ilmu berasal dari kata Arab:
alima yang juga berarti “tahu”.
Jadi
secara etimologis bahwa ilmu dan science
adalah pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri dan syarat syarat khusus.
5.
Definisi tentang ilmu pengetahuan adalah:
a.Ralph Ross mengatakan bahwa: Science is empirical, rational, general,
and cumulative; and it is all four at one (ilmu ialah yang empiris,
yang rasional, yang umum dan bertimbun bersusun; dan keempat-empatnya serentak).
b.Karl Pearson pengarang karya:
Grammar of Science, merumuskan sbb: Science
is the complete and consistent description of the facts of experience in the
simplest possible terms (Ilmu pemgetahuan ialah lukisan atau keterangan
yang lengkap dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang
sesederhana/ sesedikit mungkin).
Jadi,
dengan bertolak dari definisi di atas,
penulis menyimpulkan, bahwa ilmu
pengetahuan adalah usaha pemahaman manusia yang disusun dalam satu sistema
mengenai kenyataan, struktur, pembagian, bagian bagian dan hukum hukum tentang
hal yang diselidiki (alam, agama, dan manusia) sejauh yang dapat dijangkau daya
pikir yang dibantu indra manusia, yang kebenarannya diuji secara empiris,
riset, dan eksperimental.
6. Ada beberapa langkah dalam Ilmu pengetahuan,
seperti:
1). Perumusan Masalah.
Yaitu, setiap penyeldikan ilmiah dimulai dengan masalah yang dirumuskan
secara tepat dan jelas dalam bentuk pertanyaan agar ilmuwan mempunyai jalan
untuk mengetahui fakta yang harus dikumpulkan.
2). Observasi.
Yaitu, Penyelidikan ilmiah dalam tahap ini mempunyai corak empiris &
induktif dan seluruh kegiatannya diarahkan pada pengumpulan data dengan melalui
pengamatan yang cermat.Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan.
3). Pengamatan dan Klasifikasi Data.
Yaitu, Penyusunan fakta dalam kelompok, jenis, & kelas tertentu
berdasarkan sifat yang sama.
Jadi dengan klasifikasi ini maksudnya adalah menganalisis, membandingkan
& membeda-bedakan data yang relevan.
4). Perumusan Pengetahuan (Definisi).
Yaitu, ilmuwan mengadakan analisis & sintesis secara induktif, kemudian
diadakan generalisasi dan dituangkan dalam pertanyaan universal, sehingga dari
sinilah teori terbentuk.
5). Prediksi.
Yaitu, deduksi mulai memainkan peranan, sehingga dari teori yang sudah
terbentuk tadi, kemudian diturunkan hipotesis baru, dan melalui deduksi pula
mulai disusun implikasi logis agar dapat diadakan ramalan-ramalan tentang
gejala yang perlu diketahui.
Deduksi ini selalu dirumuskan dalam bentuk silogisme.
6). Verifikasi.
Yaitu, dilakukan pengujian kebenaran hipotesis.
Artinya, bahwa menguji kebenaran prediksi-prediksi tadi melalui observasi
terhadap fakta yang sebenarnya, sehingga keputusan terakhir terletak pada
fakta.
Oleh sebab itu, jika fakta tidak mendukung hipotesis, maka hipotesis itu
harus dibongkar dan diganti dengan hipotesis lain, dan kegiatan ilmiah harus
dimulai lagi dari permulaan.
Itu artinya, bahwa data empiris merupakan penentu bagi benar tidaknya
hipotesis.
Jadi, untuk langkah terakhir kegiatan ilmiah adalah pengujian kebenaran
ilmiah dan menguji konsekuensi-konsekuensi yang telah dideduksi.
7.Pengertian Filsafat
Terkait dengan pengertian
filsafat, perlu ditegaskan di sini bahwa dalam garis besarnya filsafat minimal
mempunyai tiga dimensi besar, yakni:
1.
dimensi epistemologis
2.
dimensi ontologis
3.
dimensi aksiologis
Inilah keseluruhan filsafat
dalam garis besar yang ringkas. Untuk itu agar lebih jelas tentang
kapling-kapling filsafat dimaksud adalah sebagai berikut:
1.Dimensi
epistemologis, yakni dimensi yang membicarakan bagaimana cara memperoleh
pengetahuan. Runes (1971: 94) dalam kamusnya menjelaskan bahwa
epistemology is the branch of philosophy which investigates the origin,
structure, methods and validity of knowledge. Itulah sebabnya sehingga
sering disebut dengan istilah filsafat pengetahuan, karena ia membicarakan hal
pengetahuan. Untuk hal ini ada beberapa aliran yang membicarakan, seperti:
Aliran empirisme, yakni kata
yang berasal dari kata Yunani empeirikos yang asal katanya adalah
empeiria, artinya pengalaman. Oleh sebab itu, menurut aliran ini bahwa manusia
memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya. John Locke (1632-1704), bapak
aliran ini pada zaman Modern mengemukakan teori tabula rasa yang dalam
bahasa Indonesia adalah meja lilin. Maksudnya adalah bahwa manusia pada mulanya
kosong dari pengetahuan, kemudian pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu,
sehingga manusia memiliki pengetahuan.
Aliran Rasionalisme, yakni
aliran yang menyatakan bahwa “akal
adalah dasar kepastian pengetahuan”. Pengetahuan yang benar diperoleh dan
diukur dengan akal. Menurut aliran ini, bahwa manusia memperoleh pengetahuan
melalui kegiatan akal menangkap objek. Bapak aliran ini di zaman Modern adalah
Rene Descartes (1596-1650), ini benar. Akan tetapi sesungguhnya paham semacam
ini sudah ada jauh sebelum itu, yakni orang orang Yunani Kuno telah meyakini
juga bahwa akal adalah alat dalam memperoleh pengetahuan yang benar,
lebih-lebih pada Aristoteles yang teleh disebutkan di depan. Di samping kedua
aliran ini masih banyak aliran filsafat yang belum disebutkan di sini.
2.Dimensi
ontologis, hal ini setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filsuf
mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu
dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini
dinamakan teori hakikat, yang biasa
disebut dengan istilah ontologi
(Ahmad Tafsir, 2009: 28). Bidang bahasan dalam dimensi ontologis ini sangat
luas, yakni segala yang ada, dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup
pengetahuan dan nilai (yang dicarinya ialah hakikat pengetahuan dan kakikat
nilai).
3.Dimensi
aksiologis, bahwa dalam dimensi ini seandainya ditanyakan kepada Socrates atau Nietzsche tentang apa guna filsafat, agaknya mereka akan menjawab
bahwa filsafat dapat menjadikan manusia menjadi manusia. Artinya, dengan
filsafat orang akan bisa menjadi orang bijaksana. Namun bila melihat rumusan
ini nampaknya terlalu umum, sehingga sulit dipahami. Untuk memahami kegunaan filsafat
di tingkat teknis operasionalnya, dapat dimulai dengan melihat filsafat sebagai
tiga hal, pertama filsafat sebagai kumpulan teori, kedua filsafat sebagai
pandangan hidup (philosophy of life),
dan ketiga
filsafat sebagai metode pemecahan masalah (Ahmad Tafsir, 2009: 42).
Filsfat sebagai kumpulan teori filsafat,
digunakan untuk memahami dan mereaksi dunia pemikiran. Sedangkan filsafat
sebagai philosophy of life (pandangan hidup) ini sangat penting untuk
dipelajari, sebab dalam hal ini fungsinya mirip dengan agama (Ahmad Tafsir,
2009: 42). Dalam posisi ini filsafat dapat menjadi jalan kehidupan. Jika dalam
agama X dikatakan bahwa agama X itu
adalah jalan kehidupan, maka filsafat sebagai filsafat hidup demikian juga
halnya. Ia menjadi pedoman. Isinya berupa ajaran dan ajaran itu dilaksanakan
dalam kehidupan. Perbedaannya agama dengan filsafat adalah bila filsafat
dipandang sebagai teori, maka teori itu ada yang dipakai dan ada yang tidak
dipakai, ada yang diakui kebenarannya dan ada yang tidak diakui. Intinya bahwa
filsafat sebagai philosophy of life gunanya untuk petunjuk dalam menjalani
kehidupan, lebih singkat lagi: untuk dijadikan agama (Ahmad Tafsir, 2009: 43). Dan selanjutnya,
bahwa filsafat sebagai metodology dalam memecahkan masalah,
ada berbagai cara yang ditempuh orang bila hendak menyelesaikan sesuatu
masalah. Seperti memecahkan masalah dengan
cara sains, sehingga hal ini pusat perhatiannya pada fakta
empiric, namun ada juga yang menyelesaikan masalah dengan cara
filsafat, dan lain sebagainya.
Berdasarkan uraian singkat di atas, dapatlah
dikatakan bahwa dimensi aksiologis dari filsafat adalah berupa kegunaan
filsafat dan itu luas sekali. Di mana pun dan pada apa pun filsafat diterapkan
di situ filsafat memiliki kegunaan. Bila digunakan dalam pedidikan, maka akan
dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi pendidikan, bila digunakan dalam
bahasa, ia berguna bagi bahasa, dan bila digunakan dalam agama, maka filsafat
juga dapat dilihat bahwa filsafat berguna bagi agama, dan seterusnya. Inilah
pemehaman filsafat dalam dimensi aksiologis.
8.Pengertian
Filsafat Ilmu pengetahuan.
Untuk memahami pengertian tentang filsafat ilmu pengetahuan, akan dibahas terlebih dahulu
pengertian filsafat dalam arti terminologinya.
Pengertian filsafat sesuai dengan terminologinya yaitu:
- Filsafat adalah upaya spekulatif untuk menyajikan suatu pandangan sistematik serta lengkap tentang seluruh realitas.
- Filsafat adalah upaya melukiskan hakikat realitas akhir dan dasar serta nyata.
- Filsafat adalah untuk menentukan batas batas dan jangkauan pengetahuan: sumbernya, hakekatnya, keabsahannya, dan nilainya.
- dFilsafat adalah penyelidikan kritis atas pengandaian pengandaian dan pernyataan pernyataan yang diajukan oleh berbagai bidang pengetahuan.
- Filsafat adalah berupaya untuk membantu Anda melihat apa yang Anda katakan dan untuk mengatakan apa yang Anda lihat.
Jadi, pengertian filsafat secara terminologinya di atas
sangat beragam baik dalam ungkapan maupun titik tekanannya. Bahkan Mohammad
Hatta seorang ahli filafat Indenesia, dan Langeveld mengatakan bahwa definisi
filsafat tidak perlu diberikan karena setiap orang memiliki titik tekan sendiri
dalam definisinya. Hal ini bisa dimengerti, karena intisari berfilsafat itu
terdapat dalam pembahasan bukan pada definisi. Namun definisi filsafat untuk
dijadikan patokan awal diperlukan, karena untuk memberi arah dan cakupan objek
yang dibahas, terutama terkait dengan filsafat ilmu
Berikut akan dibahas tentang pengertian ilmu pengetahuan. Secara etimologis bahwa ilmu dalam
bahasa Inggris adalah science, yaitu berasal dari bahasa
Latin: scientia artinya pengetahuan, dan scire artinya mengetahuai,
dan sinonim yang paling dekat dengan bahasa Yunani adalah episteme. Sedangkan ilmu
yang berasal dari bahasa Arab adalah: ‘alima, ya’lamu, dan ‘ilman, kesemua
itu artinya mengerti dan memahami benar benar.
Dari beberapa istilah di atas, lalu pengertian ilmu dalam
kamus bahasa Indonesia adalah penegtahuan tentang suatu bidang yang disusun
secara bersistem, menurut metode metode tertentu, yang dapat digunakan untuk
menerangkan gejala gejala tertentu di bidang itu.
Ciri ciri utama
ilmu pengetahuan
sesuai dengen terminologinya antara
lain:
1). Ilmu pengetahuan adalah sebagian pengetahuan bersifat
koheren, epiris, sistematis, dapat diukur, dan dibuktikan. Hal ini beda dengan
iman, yaitu pengetahuan didasarkan atas keyakinan kepada yang gaib dan
pengahayatan serta pengalaman pribadi.
2). Ilmu pengetahuan berbeda dengan pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan tidak pernah mengartikan kepingan pengetahuan satu
putusan tersendiri, melainkan ilmu
pengetahuan menandakan
seluruh kesatuan ide yang mengacu ke objek (alam objek) yang sama dan saling
berkaitan secara logis. Oleh sebab itu, koherensi sistematik adalah hakikat ilmu pengetahuan.
3). Ilmu
pengetahuan tidak memerlukan kepastian lengkap berkenaan
dengan masing masing penalaran perorangan, sebab ilmu pengetahuan dapat memuat di dalamnya dirinya sendiri
hipotesis-hipotesis dan teori teori yang belum sepenuhnya dimantapkan.
4). Berkaitan dengan konsep ilmu pengetahuan (pengetahuan ilmiah) adalah ide bahwa metode metode yang
berhasil dan hasil hasil yang terbukti pada dasarnya harus terbuka kepada semua
pencari ilmu.
5). Ciri hakiki dari ilmu ialah
metodologi, sebab kaitan logis yang dicari ilmu tidak dicapai dengan
penggabungan tidak teratur dan tidak terarah dari banyak pengamatan dan ide
yang terpisah.
Setelah dipahami pengertian Filsafat, pengertian Ilmu pengetahuan, dan pengertian Pengetahuan, maka dapat disimpulkan
bahwa Filsafat Ilmu
pengetahuan adalah kajian
secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu
pengetahuan, sehingga
filsafat ilmu pengetahuan dapat menjawab beberapa persoalan,
seperti:
a. Persoalan dalam landasan dimensi Ontologis:
Artinya: persoalan tentang Objek apa yang ditelaah ?, Bagaimana wujud yang
hakiki dari objek tersebut ?, Bagaimana korelasi antara objek tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa, dan mengindra) yang menghasilkan
ilmu ? Dari landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi
pengetahuan dan sekaligus bidang bidang ilmu.
b. Persoalan dalam landasan dimensi epistemologis
Artinya: persoalan bagaimana proses pengetahuan yang masih berserakan dan
tidak teratur itu menjadi ilmu ?. Bagaimana prosedur dan mekanismenya ?. Hal
hal yang harus diperhatikan agar dapat diperoleh pengetahuan yang benar ?. Apa
yang disebut kebenaran itu sendiri ?. Apa kriterianya ?. Cara/ teknik/ sarana
apa yang membantu manusia dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu ?.
c. Persoalan dalam landasan dimensi aksiologis
Artinya: persoalan untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan
?. Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah kaidah moral
?. Bagaimana penentuan objek yang ditelaah berdasarkan pilihan pilihan moral ?.
Bagaimana korelasi antara teknik proseduran yang merupakan operasionalisasi
metode ilmiah dengan norma norma moral ?.
9.Pengertian
filsafat ilmu pengetahuan menurut
Hartono Kasmadi (1990) dapat dirangkum dalam tiga (3) medan telaah, yaitu:
a. Filsafat ilmu
pengetahuan adalah suatu
telaah kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap
lambang yang digunakan, dan terhadap struktur penalaran tentang sistem lambang
yang digunakan.
Misal: untuk mengkaji ilmu empiris, ilmu rasional, bidang etika, estetika,
dll.
b. Filsafat ilmu
pengetahuan adalah upaya
untuk mencari kejelasan mengenai dasar-dasar konsep, praduga, dan postulat
mengenai ilmu , serta upaya untuk membuka tabir dasar-dasar empiris, rasional,
dan pragmatis.
Misal: analisis terhadap anggapan dasar tentang kuantitas, kualitas, waktu,
ruang, dan hukum, serta dapat pula sebagai studi keyakinan tertentu, maupun
keyakinan dunia “sana”.
c. Filsafat ilmu
pengetahuan adalah studi
gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditujukan
untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu
10. Persamaan dan Perbedaan antara
Filsafat dan Ilmu Pengetahuan
Adapun
Persamaan antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1). Keduanya mencari rumusan yang
sebaik-baiknya, menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
2). Kedua-duanya memberikan
pengertian mengenai hubungan atau koheren yang ada antara kejadian-kejadian
yang dialami, serta menunjukkan sebab-sebabnya.
3). Keduanya hendak memberikan
sintesis, yakni suatu pandangan yang begandengan.
4). Keduanya mempunyai metode dan
system.
5). Keduanya hendak memberikan
penjelasan tentang kenyataan seluruhnya yang timbul dari hasrat manusia
(objektivitas), akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Sedangkan
Perbedaannya antara Filsafat dan Ilmu Pengetahuan adalah:
1). Objek material (lapangan)
penyelidikan filsafat bersifat umum (universal), yakni segala sesuatu yang ada,
sedangkan objek material ilmu pengetahuan adalah bersifat khusus dan empiris.
2). Objek formal filsafat bersifat non
fragmentaris, sebab mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada secara
luar, mendalam, dan mendasar (sampai pada hakekat). Sedang ilmu pengetahuan
objek formalnya bersifat pragmentaris, spesifik, dan intensif, juga bersifat
teknis, artinya bahwa idea idea manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan
realita.
3). Filsafat dilaksanakan dalam
suasana menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan. Sedangkan ilmu
harus diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh sebab itu,
nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul
dari nilainya.
4). Filsafat dengan pertanyaan yang
lebih jauh dan mendalam berdasar pengalaman realitas sehari-hari. Sedangkan
ilmu pengetahuan bersifat diskursif, yakni menguraikan secara logis, yang
dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
5). Filsafat memberikan penjelasan
yang terakhir, yang mutlak, dan mendalam sampai dasar yakni yang disebut
hakekat. Sedangkan ilmu pengetahuan menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu
mendalam atau yang disebut yang sekundar (secondary cause).
11. Tujuan Filsafat Ilmu Pengetahuan
Filsafat
ilmu pengetahuan tujuannya, yakni:
a. mendalami unsure-unsur pokok ilmu pengetahuan, sehingga
secara menyeluruh dapat dipahami sumber-sumber, hakikat, dan tujuan ilmu
pengetahuan.
b. Memahami sejarah pertumbuhan, perkembangan, dan kemajuan
ilmu di berbagai bidang, sehingga didapat gambaran tentang proses ilmu
kontemporer secara historis.
c. Menjadi pedoman bagi para pendidik dan anak didik dalam
mendalami studi di perguruan tinggi, khususnya untuk membedakan persoalan
ilmiah dan non ilmiah.
d. Mendorng para calon ilmuwan untuk konsentrasi dalam
mendalami ilmu pengetahuan dan mengembangkannya.
e. Mempertegas bahwa dalam persoalan sumber dan tujuan antara
ilmu pengetahuan dan agama tidak ada pertentangan (Amsal Bakhtiar, 2004: 20).
12.
Kajian Filsafati tentang Arah dan strategi perkembangan ilmu pengetahuan
Bukan hal yang ajaib bila berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan yang sekarang dikenal orang berasal dari kebudayaan Yunani Kuno.
Ilmu pengetahuan dimulai dari filsafat, nyaris sebagai satu satunya ilmu di
masa itu untuk kemudian berangsur-angsur menelorkan percabangan dan perantingan
keilmuan lebih jauh. Meskipun demikian, jika sejarah ilmu itu ditelusuri sesuai
dengan akar katanya, maka akan diketahui bahwa ilmu sudah tumbuh jauh sebelum
para pemikir Yunani mengenalnya. Usaha mula mula di bidang keilmuan yang
tercatat dalam sejarah dilakukan oleh bangsa Mesir, di mana banjir sungai Nil
yang terjadi tiap tahun ikut menyebabkan berkembangnya sistem almanak,
geometri, dan kegiatan survey.
Keberhasilan ini kemudian diikuti oleh bangsa Babylonia
dan Hindu yang memberikan sumbangan-sumbangan berharga meskipun tidak
seintensif kegiatan bangsa Mesir. Setelah itu muncul bangsa Yunani yang
menitikberatkan pada pengorganisasian ilmu. Bangsa Yunani dapat
dianggap sebagai perintis dalam mendekati perkembangan ilmu secara sistematis.
Sejalan dengan hal di atas, maka arah dalam perkembangan ilmu pengetahuan
adalah sbb.:
1. Ilmu berkembang dari keadaan bersatu menuju keadaan yang banyak atau
terspesialisasi.
Dari aspek ini dinyatakan, bahwa
tidak ada ilmu pengetahuan pada umumnya, yang ada hanyalah ilmu konkrit.
Perkembangan seperti ini ternyata tidak dapat dielakkan, sehingga ilmu dalam
perkebangannya menuju ke arah spesialisasi. Spesialisasi dimungkinkan oleh
karena manusia dapat menelaah satu aspek saja pada satu soal, terutama pada
tahapan analisis.
2. Ilmu berkembang dari cara kerjanya yang rasional ke arah rasional
empiris dan rasional eksperimental. Aspek perkembangan ini bersangkutan dengan
metode ilmu dan metode merupakan komponen pokok dalam segala aktivitas
keilmuan.
Ditelusuri lebih jauh, karakter ilmu
mengalami perubahan, dari masa Purba yang hanya memiliki “a receptive and emperical mentality” ke arah bangkitnya
suatu “inquiring mind”, dari
kemampuan know-how ke arah know-why. (inquire: menyelidiki/
ingin tahu).
3. Ilmu berkembang dari sifatnya yang kualitatif ke arah kuantitatif. Dari
aspek ini perkembangan ilmu ditandai suatu pergeseran pandangan tentang objek
manakah yang bisa dan patut dikaji secara ilmiah. Ilmu-ilmu positif misalnya,
mulai menyangsikan realibilitas dan validitas persoalan-persoalan metafisik,
yang oleh para pengikut positivisme dianggap sebagai “nonsense”.
4. Perkembangan ilmu terjadi pergeseran dari fungsi memajukan masyarakat ke
arah ideologi yang mendominasi masyarakat. Beberapa tokoh yang mengkritik
perkembangan ilmu yangdemikian itu, seperti Herbert Marcuse dan Jurgen Habermas.
Strategi pengembangan ilmu pengetahuan
Strategi pengembangan ilmu
terdapat tiga macam pendapat, yaitu:
- Pendapat yang menyatakan bahwa ilmu dikembangkan dalam otonomi tertutup. Ilmu untuk ilmu, science for the sake of science only. Di sini pengeruh konteks dibatasi atau bahkan disingkirkan.
- Ilmu lebur di dalam konteks, tidak saja sekedar merefleksikannya tetapi memberi justifikasi bagi konteks.
3. Ilmu dan konteks dikembangkan dengan suasana saling meresapi, agar
timbul gagasan-gagasan baru yang relevan dan aktual, sejalan dengan kenyataan
yang tumbuh dan berkembang. Oleh sebab itu tidak dapat dielakkan bahwa semakin
terasa adanya urgensi untuk menjelaskan dan mengarahkan perkembangan ilmu tidak
hanya berhenti atas dasar context of justification,
akan tetapi atas dasar context of
discovery. Hal ini disebabkan karena pada akhirnya ilmu pengetahuan
dibutuhkan, dan pada gilirannya dipergunakan sebagai instrumen bagi
penyelesaian masalah masalah konkrit yang dihadapi masyarakat.
Koento Wibisono
(1983) berpendapat bahwa strategi pengembangan ilmu
pengetahuan harus berorientasi pada dimensi:
1. Dimensi
teleologis, artinya bahwa
ilmu pengetahuan hanyalah sekedar sarana yang dibutuhkan untuk mencapai suatu teleos.
2. Dimensi etis, artinya bahwa
ilmu pengetahuan berkiblat pada manusia yang menduduki tempat sentral. Dimensi
etis menuntut pengembangan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab.
3. Dimensi
integratif, artinya bahwa
pengembangan ilmu pengetahuan pada akhirnya terarah pada peningkatan kualitas
manusia yang sekaligus juga kualitas struktur masyarakat.
13. Kedudukan
filsafat ilmu pengetahuan dalam filsafat.
Tempat
kedudukan filsafat ilmu pengetahuan ditentukan
oleh dua lapangan penyelidikan Filsafat Ilmu pengetahuan, yakni:
Pertama, sifat
pengetahuan ilmiah. Di sini filsafat ilmu berkaitan dengan epistemologi, artinya: berfungsi
menyelidiki syarat-syarat pengetahuan manusia dan bentuk-bentuknya.
Kedua, berkaitan
dengan cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah, artinya: berkaitan dengan logika dan metodologi
14. Objek filsafat
ilmu
pengetahuan
Filsafat ilmu pengetahuan mempunyai objek yaitu: a. Objek material, dan b. Objek formal.
Ad. a. Objek material, yaitu
objek yang dijadikan sasaran penyelidikan, oleh sebab ini objek material
filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri.
Ad. b. Objek formal, yaitu sudut
pandang terhadap objek materialnya, sehingga objek formalnya berupa hakekat
ilmu pengetahuan, artinya filsafat ilmu menaruh perhatian terhadap problem mendasar
ilmu pengetahuan.
15.Ruang lingkup
Filsafat Ilmu pengetahuan
Jadi, cakupan objek filsafat lebih luas dibanding dengan
ilmu, sebab ilmu hanya mencakup yang empiris saja, sedang filsafat tidak hanya
yang empiris saja. Secara historis ilmu adalah berasal dari kajian filsafat,
sebab awalnya filsafat yang melakukan pembahasan tentang yang ada secara
sistematis, rasional, logis dan empiris. Setelah berjalan, terkait dengan yang
empiris, maka semakin bercabang dan berkembang, sehingga timbullah spesifakasi
dan menampakkan kegunaan yang praktis. Inilah proses terbentuknya ilmu secara
berkesinambungan. Hal ini seperti diibaratkan oleh Will Durant, bahwa
filsafat bagaikan Marinir yang merebut pantai untuk pendaratan pasukan
Infantri. Pasukan Infantri adalah sebagai pengetahuan yang di antaranya adalah
ilmu, Sedangkan filsafat yang menyediakan tempat berpijak bagi kegiatan
keilmuan (Sumber buku Filsafat Ilmu oleh: Amsal Bakhtiar, 2008, 2). Setelah
itu, ilmu berkembang sesuai dengan spesialisasi masing masing, sehingga ilmulah
secara praktis bagaikan membelah gunung, dan merambah hutan. Sedangkan filsafat
kembali ke laut lepas untuk berspekulasi dan melakukan eksplorasi lebih jauh.
Oleh sebab itu, filsafat sering disebut sebagai induk/ ibu ilmu penetahuan. Hal
ini bisa dimengerti, sebab dari filsafatlah, maka ilmu ilmu modern dan
kontemporer berkembang, sehingga manusia dapat menikmati ilmu dan sekaligus
buahnya, yaitu: teknologi.
16.Kajian Filsafati Dasar-dasar ilmu pengetahuan
Pengertian ilmu pengetahuan secara umum adalah suatu
sistem yang terdiri dari pengetahuan pengetahuan (ilmiah) yang ditujukan untuk
memperoleh kebenaran (ilmiah) dan sedapat mungkin untuk mencapai kebahagiaan
umat manusia.
Jenis dari ilmu pengetuan adalah sistemnya.Pembedanya
adalah kumpulan pengetahuan untuk memperoleh kebenaran dan sedapat mungkin
untuk kebahagiaan umat manusia.
Ilmu pengetahuan ditinjau dari unsur unsurnya, yaitu berupa:
a. Sistem
b. Pengetahuan (ilmiah)
c. Kebenaran
d. Kebahagiaan umat manusia
Jadi segi statika ilmu pengetahuan adalah:
Suatu sistem tertentu yang berupa pengetahuan (ilmiah).
Sedang segi dinamika ilmu pengetahuan adalah:
1. Suatu usaha terus menerus untuk
mencapai kebenaran ilmiah.
2. Kebahagiaan umat manusia.
Jadi bila orang menggunakan istilah dasar dasar yang statik dari ilmu
pengetahuan, maka seakan akan orang terpaku perhatiannya pada suatu kerangka
dasar yang mau tidak mau harus dibuktikan dalam melakukan kegiatan ilmiah.
Sedang istilah dasar dasar dinamik dari ilmu pengetahuan adalah pedoman
pedoman yang ada di depannya agar supaya orang tidak tersesat dalam melakukan
kegiatan ilmiah.
Sistem adalah suatu keadaan atau barang sesuatu tertentu yang bagian
bagiannya saling berhubungan secara fungsional dalam rangka mencapai suatu
tujuan tertentu.
Dasar dasar dinamik ilmu pengetahuan yang berupa:
Pedoman yang harus diikuti oleh seorang ilmuwan, dalam usahanya untuk
mencapai tujuan dari kegiatan ilmiah.
Tujuannya adalah kebenaran ilmiah yang sedapat mungkin untuk mencapai
kebahagiaan umat manusia.
Apakah yang dinamakan “kebenaran” ?.
Paham objektivisme mengatakan:
Kebenaran adalah keadaan yang menunjukkan kesesuaian antara pikiran manusia
tentang objeknya dengan keadaan yang senyatanya dari objek tersebut.
Paham subjektivisme mengatakan bahwa kebenaran adalah:
Suatu proses yang menggambarkan bahwa dalam keadaan terakhir yang menetukan
kebenaran sesuatu pendapat adalah si subjek itu sendiri.
Paham objektivisme juga disebut paham korespondensi tentang kebenaran.
Sebab kebenaran adalah adanya kesesuaian antara pikiran manusia tentang
suatu objek tertentu dengan keadaan tertentu dari objek itu.
Jadi, yang menentukan benar atau tidaknya adalah objek yang bersangkutan.
Sedang paham subjektivisme bahwa yang benar adalah:
Ditentukan oleh pendapat manusia atau subjek yang bersangkutan.
Jadi paha subjektivisme dapat dibedakan menjadi dua(2), yaitu:
- Paham konsistensi atau paham logik atau paham koherensi.
- Paham pragmatik.
Berikut adalah apa yang dinamakan “kebahagiaan” ?
Kebahagian di sini tentu terkati dengan tujuan akhir yang hendak dicapai
manusia di dunia ini.
Maka apakah mungkin manusia selama hidup di dunia ini dapat mencapainya.
Pertanyaan dimaksud ada dua pendapat, yaitu:
- Manusia semasa hidup di dunia tidak akan dapat mencapai kebahagiaan.
- Manusia dalam hidup di dunia bila sungguh sungguh akan dapat mencapai kebahagiaan (dalam arti kesejahteraan rohani dan jasmani).
Jadi kebahagian yang merupakan paduan/ sintetik adalah merupakan suatu
suasana percampuran antara keadaan yang bersifat subjektif dengan keadaan yang
bersifat objektif yang menghasilkan suatu keharuan.
Hal ini disadari karena kebahagiaan adalah masalah pribadi yang merupakan
campuran tersebut di atas dan menimbulkan keharuan pada masing masing pribadi.
17.Titik Pandang
Filsafat Ilmu pengetahuan
Dasar memahami filsafat ilmu adalah bila mengatahui empat titik pandang (view points) dalam filsafat ilmu.
Empat titik pandang filsafat ilmu, yaitu:
a.Perumusan world-views yang konsisten, misal: pada beberapa
pengertian didasarkan atas teori teori ilmiah.
Jadi filsuf ilmu bertugas mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari
illmu.
b. Eksposisi dari presuppositions
dan predispositions para
ilmuwan. Misal: filsuf ilmu mengemukakan bahwa para ilmuwan menduga alam tidak
berubah-ubah, dan terdapat keteraturan di alam, sehingga gejala-gejala alam
mudah didapat oleh peneliti. Oleh sebab itu peneliti tidak menutup keinginan
keinginan deterministik.
c. Konsep-konsep dan teori-teori tentang ilmu dianalisis dan
diklasifikasikan.
Artinya memberikan kejelasan tentang makna dari berbagai konsep, seperti
gelombang, potensial, dll.
Oleh sebab itu ada dua kemungkinan, yaitu:
Pertama, apakah para
ilmuwan mengerti suatu konsep yang digunakannya, sehingga dalam hal ini tidak
memerlukan klasifikasi.
Kedua, para ilmuwan
tidak tahu makna konsep tersebut, sehingga mereka harus inquiry hubungan konsep itu dengan konsep-konsep lain.
Jadi, bila seorang ilmiawan melakukan inquiry,
berarti ia sedang mempraktekkan filsafat ilmu.
d.Filsafat ilmu merupakan second-order criteriology.
Filsafat Ilmu mempunyai beberapa
criteria yang harus dipahami bagi para
ahlinya.
artinya: bahwa filsuf ilmu menuntut jawaban jawaban atas pertanyaan:
1). Karakteristik apa yang membedakan penyelidikan ilmiah dengan tipe
penyelidikan lain.
2). Prosedur yang bagaimana yang harus diikuti oleh para ilmuwan dalam
menyelidiki alam.
3). Kondisi yang bagaimana yang harus dicapai dalam penyelidikan ilmiah
agar jadi benar.
4). Status yang bagaimana dari prinsip-prinsip dan hukum ilmiah.
Jadi pertanyaan itu ada perbedaan yang dapat dirumuskan antara doing
science dan thingking tentang ilmu.
18.Jawaban dari tiga dimensi persoalan filsafat ilmu
pengetahuan
a.Dimensi Ontologis
Dimensi ontologis, yang dihadapi adalah persoalan: keterangan dari hakekat
ada
Kata ontologi berasal dari kata Yunani: On= being, dan logos=logic.
Jadi, ontologi= The theory of being qua being.
Louis O Kattsoff dalam Elements
of Philosophy mengatakan: ontologi itu mencari ultimate reality, contohnya adalah pemikiran Thales, yaitu:
air = ultimate substance.
Jadi menurutnya bahwa semua benda berasal hanya satu, yaitu air. Ontologi
dalam segi praktisnya adalah sebagai teori mengenai apa yang ada.
Ontologi dari segi teoritis: menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara
fundamental dan cara yang ada dapat
dikatakan ada.
Pendek kata dapat disebut sebagai teori mengenai prinsip prinsip umum dari
hal yang ada. Ontologi disebut juga dari kata: ontos artinya sesuatu yang
berwujud. Oleh sebab itu ontologi adalah teori/ ilmu tentang wujud, tentang
hakkat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasar pada alam nyata, tetapi
berdasar pada logika semata mata.
Dari beberapa pengertian tentang ontologi di atas, akhirnya dapat
disimulkan sbb.:
1. Menurut bahasanya, ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu: On/ Ontos = ada, dan Logos = ilmu. Jadi,
ontologi adalah ilmu tentang yang ada.
2. Menurut istilahnya, ontologi ialah ilmu yang membahas tentang hakekat
yang ada, yang merupakan ultimate reality baik yang berbentuk
jasmani/ konkrit maupun rohani/ abstrak.
Term ontologi kali pertama diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada th. 1636 M. Yaitu untuk memberi nama teori
tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Kemudian perkembangannya Christian Wolf (th. 1679-1754) membagi
metafisika menjadi dua, yaitu:
1). Metafisika umum(Ontologi)
2). Metafisika khusus
b.Dimensi Epistemologi
Epistemologi ialah cabang filsafat yang membicarakan hakikat dan lingkup
pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dasar-dasar, dan tanggung jawab atas
pernyataan mengenai pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh oleh manusia
melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori
pengetahuan, antara lain adalah:
Pengetahuan yang diperoleh manusia melalui akal, indra, dan yang lain
mempunyai metode-metode:
1. Metode induktif = khusus ke
umum
2. Metode
deduktif = umum ke khusus
3. Metode
positivisme = menolak metafisika yakni Apa yang diketahui, yang
faktual, positif
4. Metode
kontemplatif = kemampuan intuisi, yakni Diperoleh lewat kontemplasi
5. Metode
dialektis = semula artinya tanya jawab, yakni Kemudian berarti
mengkompromikan lawan
Keterangan dari beberapa metode di
atas, yakni:
Ad. 1. metde induktuif, yakni
Ad. 2. meotde deduktif, yakni
Ad. 3. metode positivisme, yakni
suatu metode yang dikeluarkan oleh August Comte (1797-1857) berupa metode yang
berpangkal pada hal-hal positif, sehingga ia mengesampingkan persoalan di luar
yang ada sebagai fakta. Jadi ia menolak metafisika, sehingga di bidang filsafat
dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.
Menurut Comte, bahwa perkembangan
pikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap, yakni:
a. tahap teologis, pada tahap ini
manusia yakin bila dibalik sesuatu tersirat pernyataan kehendak khusus.
b. tahap metafisik, pada tahap ini
kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang kemudian
dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan
dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.
c. tahap positif, pada tahap ini
sebagai suatu usaha mencapai pengenalan yang mutlak, sehingga pengetahuan
teologis ataupun metafisis dipandang tidak berguna. Yang penting menemukan hukum-hukum dan urutan
yang ada pada fakta dengan pengamatan dan
menggunakan akal.
Ad. 4. metode kontemplatif, yakni
metode yang mengatakan ada keterbatas indra dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga hasil yang diperoleh pun berbeda beda, maka harus
dikembangkan kemampuan akal yang disebut intuisi. Jadi kemampuan intuisi ini
bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi.
Ad. 5. metode dialektis.
c. Dimensi aksiologis
Terkait dengan nilai, maka tentang
nilai dapat subjektif tapi dapat juga objektif Kemudian bagaimana dengan nilai
dalam ilmu pengetahuan ? Bagi seorang ilmuwan, kegiatan ilmiahnya dengan
kebenaran ilmiah adalah hal yang sangat penting. Yang lebih penting adalah
bahwa ilmu pengetahuan tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, namun
ia harus bergerak pada arah maknawi dan umat manusia berkuasa untuk
mengendalikannya. Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat
tempat yang utuh, eksistensi ilmu
pengetahuan bukan “melulu” untuk mendesak kemanusiaan, namun kemanusiaanlah
yang harus menggemgam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka
pengembangan diri kepada sang Pencipta.
DaftarPustaka
Amsal Bakhtiar, 2004, Filsafat Ilmu, Jakarta, PT. Grafindo Persada
Bebbington, David, 1979, Patterns in history, , England,
Inter-Varsity Press
Caputo, John D. 1987, Radical Hermeneutics, Bloomington and
Indianapolis, Indiana University Press
Harun Hadiwijono, 1988, Sari Sejarah Fil safat Yunani,Yogyakarta,
Penerbit Kanisius
Robert N. Beck, 1967, Perspectives in Social Philosophy, New
York, Holt, Rinehart and Winston, Inc.
Sullivan, John Edward, 1970, Prophets of the West, New York, Holt,
Rinehart and Winston, Inc
Suparlan Suhartono, 2007, Dasar-dasar Filsafat, Ruzz
Media.Yogyakarta, ArFil.
Surajiyo, 2008, Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, Jakarta, PT. Bumi
Perkasa